Minggu, 18 September 2011

HANYA MEMPUITISKAN PERISTIWA KECIL PADA SATU MALAM

PERISTIWA KECIL SATU:
PSYCHEDELIC

Sesungguhnya inilah yang terjadi, sayang; Pada hisapan kesekian tiba-tiba aku terjebak dalam ruang putih dengan frekuensi alfa dan tetha; Damai, terlalu damai. Di tempat itu, suara-suara menjauh, juga tanda tentang kehadiranmu. Ya, engkau raib, seiring dengan fikiranku yang semakin kosong. Lalu, Ilusi dan mimpi tiga dimensi hadir seperti cahaya yang terpancar vertical di garis horizon sebelah timur. Sertamerta matahari tersembul dari celah renik pualam di ujung lantai yang jauh. Begitu terang, melambungkan sejuta harapan. Membentangkan sinarnya ke sudut-sudut dinding usang yang dipenuhi bingkai-bingkai kaca dengan kecepatan yang tak terhitung. Berbenturan, hingga menjadi tempias butir bening dan membeling. Tapi seiring hari yang lekas menjadi hitam, semuanya melayang ke langit yang cerah, dan menjelma menjadi bintang-bintang berekor sebelum akhirnya kembali menjatuhkan diri ke kotak-kotak angan yang belum ternamai. Belingsatan ke delapan kutub arah mata angin, melahirkan kilatan-kilatan serupa lampu-lampu laser. Sebentar terang, sebentar gelap, sebentar terang sebentar gelap. Runyam, tapi aku masih bisa melihat sekuens-sekuens peristiwa terakhir. Terus, memori merunutkan kisah dari masa yang lain, dan angan-angan malam. Semakin lama semakin  tak jelas. Hitam – putih – hitam – putih, lalu lenyap ketika ganja terasa sepat di lidah. Mengembalikan kesadaran. Aku pun tahu, bahwa kenyataan sudah tak lagi memberikanku pengalaman seru.

… []


PERISTIWA KECIL DUA:
GEMINTANG


Mungkin karena selinting ganja membuatku merasa kau mendengar maafku, ketika melihatmu tersenyum di waktu yang berhenti pada moment berwarna sepia, tertangkap lensa kamera. Lalu, aku masuk ke dalam foto itu sebagai kekasih dengan hati yang sepi. Menggenggam dingin keheningan cintamu, yang kerap kukunjungi sebagai gemintang, untuk menemaniku melewati perjalanan malam! entah dalam keterjagaan atau tidur , hingga aku tak tahu, pendarmu itu nyata atau hanya mimpi.

Sungguh, ini saat yang sempurna untuk melakukan apapun. Dan aku tengadah ke langit yang lagi cerah dan terlihat luas, tertatap jelas rindu berwarna merah dan seraut wajahmu. Lalu aku berdesir; kau selalu indah untukku, mesti semesta menasbihmu untuk kegelapan ke kegelapan.

… []


PERISTIWA KECIL TIGA:
BULAN KOTAK


Karena aku telah banyak kehilangan, maka sering sekali membayangkan semuanya kembali; Perjalanan kita dalam mimpi yang sama misalnya, ketika kaki-kaki kau dan aku melangkah bukan untuk sebuah tujuan, tapi hanya untuk mendapatkan apa saja yang bisa di dapat; pernah kau dan aku menemukan bulan kotak tersembul di sepokok pohon karet. Awalnya kita fikir itu neon, namun kita percaya setelah  cahayanya dapat mengubah titik-titik bening air mata menjadi pelangi. Lalu kita membawanya pulang, dan menempelkannya di langit-langit kamar. Sering kita memandangnya, sambil tiduran di ranjang sampai malam mengantarkan asmara pada dimensi yang tak seorang pun dapat menjamahnya selain kita.

“ kita harus menjaganya, jangan sampai hilang!” katamu.

“ Tentu saja. Atau kita akan kembali bersedih”

… []


PERISTIWA KECIL EMPAT:
DÉJÀ VU


Selamat malam, matahari. Kenyataan dan realitas bermula. Perjalanan hari, di antara terang dan gelap hidup, untuk menjemput sebuah kesejatian yang sedang menanti dalam angan-angan seseorang yang pernah memiliki harapan dan kehilanganya. Yang bermimpi dan selalu bersembunyi, di antara bayang-bayang yang tak ada, dan pohon-pohon crystal yang diciptakanya sendiri, hingga hatinya gelap. Lalu, tiba-tiba waktu seakan tak asing lagi, ketika tik tok jarum jam mengubah hujan menjadi apa saja yang kita inginkan, seiring matahari malam memancarkan cahaya di dunia kelabunya; baju-baju sebening kaca, aquariaum yang sangat besar hingga tak sanggup menghapal ikan-ikan yang ada di dalamnya, sayap-sayap yang akan mengantarkan kau dan aku pergi ke negri-negri yang tersembunyi di balik langit-langit kamar kita, dan menemukan ruang lain yang penuh raut-raut wajah dengan satu ekspresi; bahagia.

Kau hanya melongo seolah melihat perubahan, dan berkata; aku merasa pernah mengalami peristiwa ini. Atau mungkin aku hanya lupa, karena begitu banyak kebahagiaan yang sering dihayalkan, dan terus menghayalkannya, berulang kali.

… []


PERISTIWA KECIL LIMA:
PERTEMUAN


Akhirnya, kau dan aku bertemu kembali, pada saat cinta hanyalah sebuah perasaan yang sulit untuk dimengerti. Begitu banyak tafsir, begitu banyak terkaan, yang menumbuhkan kegelisahan malam, dan senyuman fajar secara bersamaan tepat di mana kita berdiri, bersama bayang bayang dan selebihnya ilusi. Tapi kita hanya ingin pantas untuk menjadi seorang kekasih, hingga hati tak pernah menuntut penjelasan. “ seperti dulu… seperti dulu”  Desirku.

( Ingatkah kamu. ketika itu musim panas baru saja berlalu. Lalu pohon-pohon kristal kita tumbuh di sekeliling sebuah coffee bar kecil jalan Braga yang sepi pengunjung  dan basah. Tanpa lamunan lagi, kau dan aku menghabiskan malam dan sesisa kelembaban yang tertinggal dalam jean belel. Asyik di setiap jeda waktu yang mengubah realitas menjadi cerita-cerita untuk di bawa pulang sebagai senyuman dari sebuah kebersamaan. Sebuah tempat yang nyaman untuk berteduh dari hujan. Kita duduk di meja tanpa taplak, yang di atasnya terdapat banyak seberkas harapan jalinan asmara sesesorang,  guratan  kerinduan yang tertinggal bersama remah-remah roti dan mimpi, juga wewangian yang entah dari mana datangnya. Ada kehangatan, yang membuat aku dan kamu tak menyadari bahwa tak ada lagi titik-titik air yang tadi membasahi perjalanan dan hati yang patuh pada getaran kebahagiaan. Di sana, jari jemari kita saling berpagutan, lalu kau berkata; Mari, kita lari ke batas raihan sebuah kemesraan, lalu berteriak memekak, bungah. Serupa kota besar, kau tawarkan sejuta asa, dan entahlah, sejak saat itu, hati kau dan aku merasa bukan lagi milik kita sendiri.Tapi seperti kali ini, terulang lagi kita tak pernah menuntut penjelasan. )

ah, mungkin cinta lebih misterius dari apa yang kita kira. Jawabmu.

… []


PERISTIWA KECIL ENAM:
DI MEJA TERAS UNTUK BERDUA


Mari duduk di teras saja!
Kita siapkan meja untuk berdua
dengan dihiasi karangan bunga, dan gelas – gelas lilin
yang cahayanya mampu melindapkan gelap dari ingatan

Di sana, kita bisa memandang langit kelam
sampai habis rembulan, melengkapkan malam
dan mimpi-mimpi yang tak akan pernah kembali.
Tak akan pernah kembali lagi

Dan kita bisukan kenangan, juga angan-angan.
kita tidak perlu banyak bicara,
kita sudah tak punya kata-kata
Sebab kita adalah kisah;
slalu datang dan pergi
untuk sesuatu yang tak pernah selesai
bukankah waktu akan slalu berjalan
dalam siklus yang tidak bisa luput dari perpisahan.

… []


PERISTIWA KECIL TUJUH:
CINTA YANG LARUT DALAM SECANGKIR KOPI


Sayang, malam ini aku ingin espresso
agar warna dan rasanya cocok dengan kisah cinta kita;
hitam dan pahit

Sesungguhnya, aku pecandu kopi
tapi tak begitu mengenal banyak tentangnya
hanya bisa membedakan antara enak atau tidak
begitu pula terhadap asmara

Jadi tuangkan saja ke dalam cangkir itu
Setelah meminumnya, kita bisa buat pilihan;
Membuangnya, atau menikmatinya

… []


PERISTIWA KECIL DELAPAN:
KOTAK MUSIK


/1/

Ke kamarmu, seperti berada dalam sebuah kotak musik yang pernah kuberikan. Hanya ada penari angsa yang berputar-putar dalam gerak monotoni, di iringi satu lagu yang itu-itu saja. Tapi, kenangan membuat aku dan kamu tak pernah bosan memainkanya. Pastikan agar slalu terbuka, bila kita temukan titik bosan, aku dan kamu akan tahu, bahwa cinta kadang lebih membutuhkan kisah dari pada kekasih. Dan biarkan waktu yang menutupnya, ketika semua kembali fana, dan hati kita menjadi hitam.


/2/


Dahulu, kutempuh jarak bermil-mil ke tempatmu, hanya untuk memberikan kotak musik ini. Sekarang kenangan membukanya kembali, dan menemukan malam dengan kutukan dosanya, menghadirkan kita menghadirkan cinta. Menghadirkan kalimat seiya-sekata. “ Masihkah kau sehangat dahulu?” Tanyaku, pelan-pelan. Ketika lampu sudah dimatikan, juga rahasia tentang kerinduan kita. Ruang kamar hanya dibiasi sinar dari cahaya tivi yang sengaja dinyalakan tanpa suara, hingga yang bisa kulihat hanya siluetmu, dan kegelapan yang bikin batas antara rasa dan dosa sudah tak mutlak lagi. Aku dan kamu pun sadar, bahwa masa lalu hanya menyimpan lagu yang kelam.


/3/


Udara semakin dingin, mendekap angan, mendekap ingin. Aku dan kamu menutup kotak musik itu. Ruang kamar pun menjadi hening, dan kita juga tak banyak bicara, membuat malam menjadi pendiam. Kita hanya saling meladeni dan diladeni dekapan, sebelum akhirnya momen pun jadi; Tanpa lagu, dan penari angsa.

O, gairah apa yang sungguh besar. Akan terhasratkan, ketika asmara sejalin; berahi, bukan Ilahi. Salahkah cinta, bila tak mampu membedakan antara arti kesenangan dan kebahagiaan? Tanyamu, tapi tak berharap jawaban. Kita sudah sama-sama tahu;  Ah, cinta adalah cahaya yang menciptakan terang dan bayang.


/4/


Kotak musik itu hanya akan menjadi sebagai benda koleksi, bila tanpa kenangan. Seperti juga cinta kita. Aku ingin lebih bernyawa. Memang, kuinginkan tubuhmu, dengan parfum yang sentimental dan romantis itu, juga kekuatan yang menolak untuk ditekan dan ditundukan. Yang kini telah tersingkap seluruh auratnya. Menanggalkan g-string, kebekuan, dan semua pantangan yang ada, lalu menyematkan syahwat berwarna langsat asmara. Sungguh, tak bosan aku merabanya,  dengan tangan, rasa, dan segala yang tak pernah memahami arti kepuasan. Tapi, aku juga ingin menyentuhmu di tempat yang lebih sensitive; hati itu.

… []




Bandung, 2011

Senin, 15 Agustus 2011

Membaca Puisi - yang membuat jiwaku menggigil karya Last Coccaine


oleh Husni Hamisi pada 14 Agustus 2011 jam 23:22
~ GIGIL ~

kadangkala perasaan seperti itu aku temukan dalam hati dan seluruh pembuluh di nadi saat menemukan dan membaca sebuah karya puisi yang memiliki muatan dan dimuati kekuatan ruh yang begitu kuat, diibaratkan di sebuah waktu yang ada, lantas diriku sekonyong konyong dihempaskan sebuah gelombang pasang yang ganas memukul dada yang kurus ini.

Biasanya menurut hematku, jenis puisi begini, oleh tangan penyairnya adalah berangkat dari sebuah penemuan terberi yang tiba-tiba atau keterpesonaan yang tak disangka-sangka lantas dalam ketakjubannya itu tanpa perlu membaca dan membutuhkan imajinasi dalam pikirannya, hatinyalah yang bergerak menghipnotis jari-jemarinya tuk segera menuangkan keterpesonaan yang luar biasa itu dalam bentuk kata-kata indah dan menyihir para pembaca.

Malam ini, aku menemukan lagi puisi jenis begini dalam note kawan saya ini Last Coccaine Dark Poetry, sebuah nama pena yang sempurna saya rasa.

Ia menulis sebuah  puisi kepada seorang yang merupakan salah satu dewa puisi cinta esoteris yang hidup ratusan tahun lalu, yang mana orang ini tetap menghantui jiwa dan hati para penulis puisi cinta, baik sekarang maupun akan datang, dialah Maulana Rumi, aku pernah mendengar sebuah ujaran dari tuan besar ini kepada anaknya di sebuah pagi oleh Talat Said Halma [peneliti karya-karya mistis Rumi] ;

" Akan tiba saatnya, ketika Konya menjadi semarak, dan makam kita tegak di jantung kota. Gelombang demi gelombang khalayak menjenguk mousoleum kita,menggemakan ucapan-ucapan kita.”  Itulah ucapan Jalaluddin Rumi pada putranya, Sultan Walad, Dan waktu kemudian berlayar, melintasi tahun dan abad. Konya seakan terlelap dalam debu sejarah. “Tetapi, kota Anatolia Tengah ini tetap berdiri sebagai saksi kebenaran ucapan Rumi.

Pada nisannya tertulis kata-kata ajaib ini "Ketika kita mati, jangan cari pusara kita di bumi, tetapi carilah di hati para manusia", Malam ini saya kembali menjenguk pusara tuan besar ini, dalam kata-kata indah kawan baik saya ;

Last Coccaine Dark Poetry on Sunday, August 14, 2011 at 5:48pm

DALAM KEABADIAN CINTA KEKASIHMU, TUHAN

--Untuk Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin al Khattabi al-Bakri

Cinta dengan ketekunan misterinya.
Ketika para kekasih diajari melalui iman,
untuk mengeja kalam yang berbisik, mistis
dalam dzat ruh dan keheningan
ruang yang sesungguhnya
tak ada kuil berkubah emas, altar berlantai marmar
atau dinding dengan ukiran mewah
hanya ada keyakinan
sebagai tempat perlindungan, sekaligus kekuatan
laksana benteng,
mengurung untuk tetap tenang dalam peperangan
hingga kepada kebenaran mereka tetap tegap melangkah,
mesti tanpa apa–apa,
kecuali gejolak untuk tak pernah ingin berhenti.
hingga di hadapan kepalsuan mereka tak ragu membuka medan,
mesti tanpa apa – apa,
kecuali gairah untuk tak pernah ingin kalah

Dan kini, ketika lembar – lembar papyrus menjadi tua,
yang sejati tersalin dalam hati yang dilestarikan kasih sayang.
di cahaya Ramadan,
aku kembali membacanya,
membuka halaman ke halaman,
yang terus tersingkap
karena mukjizat mungkin tidak akan ada lagi,
tapi apa yang telah terlahir hakiki takan menjadi usang.
NumuatMu adalah khazanah surgawi,
menyimpan segala keindahan dan kedamaian,
hingga aku tak pernah bertanya lagi
tentang arti sesungguhnya dari kebahagiaan.


BANDUNG, 08 - 2011

...


Oww yaa Nabi Salam Alaika..
saya takjub,

'topi jerami

Sabtu, 02 Juli 2011

PEREMPUAN DAN ANGAN – ANGAN MALAM


oleh last cocaine

di ambang jendela, rindu ia jagai
dengan terus menanti
serupa waktu; tak pernah ingin berhenti

kesepian ia kini. Sendirian, dan ia benci
hanya berteman anggur, dan sepenggal ilusi
yang mempertautkan kembali
sekuens -sekuens adegan yang pernah ia perankan
teracak oleh kenyataan

ia menderita, bahkan dalam mimpinya

*
andai saja cinta tidak meninggalkannya sendiri
mungkin tak akan habis malam hari,
yang menyisakan ruang murung
dengan pekat aroma alkohol pada atmospir terakhir
juga sanubari, yang sedang mengeluh panjang;
mengapa yang memabukan slalu terasa pahit?



salahkah ia, bila tak mau tahu apa yang sedang dilakukan
entah ini kehendak hati, atau sebuah keharusan
yang merindu akan slalu menunggu,
sampai cinta berkemas pergi lagi
sampai kekasih meningalkannya lagi

menangislah, walau itu hanya sebuah jalan
bukan merupakan tujuan!

*
perempuan dan angan-angan malam
begitu banyak waktu, untuk tenggelam
dalam kesetiaan
meski tanpa harapan
meski tanpa apa – apa
sebab cinta, mungkin absurd
namun, apakah ada yang lebih baik dari cinta di dunia ini?

“ Tunjukan padaku, jika ada!” kata ia, dalam nuansa sendu
“ Maka, aku berani sakit dan patah hati yang lebih untuk itu”


Bandung, 2011

KETIKA JENDELA SUDAH AKU TUTUP


oleh last cocaine
di ambang jendela, aku berdiam lama-lama,
dalam detik-detik hening, dari waktu yang
tak tahu ke mana lagi akan sampai.

jam terus berputar bimbang. akankah tiba
pada saat ketika Tuhan berhenti mengawasi?
hingga aku tak perlu lagi berdoa, lalu
mengutuki segala sepi.

*
sebenarnya hari begitu cerah; jendela rumahku
tak luput dari sejuk udara pagi, dan tirainya
tersingkap untuk permai cahaya matahari. 
hingga aku terlibat dalam kesan yang panjang,
lalu jiwa di ajari sejatinya sebuah perasaan.

namun kehidupan di luar, dengan wajah penuh
kemunafikan, yang kutengok melalui kaca jendela,
seperti masam ekspresi iblis dalam mimpi setiap
nubuat.

sayang, mungkin aku bisa bersembunyi dari dunia,
tapi tak bisa menghindar untuk melihatnya.

*

mungkin, karena kopi secangkir, membuat aku pungkir
: apa arti tetap berdiri di ambang jendela,
jika kehidupan kepadamu slalu memanggil
untuk memberi pengalaman seru, atau kesempatan lain?

dan aku tetap menunggu akan datangnya malam
ketika jendela harus kututup, dan khayalan kuteruskan
dengan mata terkatup, hingga dunia begitu damai
kelewat damai.











Bandung, juni 2011

JANGAN MAIN – MAIN DENGAN AGAMAMU

JIKA manusia untuk agama, bukan agama untuk manusia
Yang mana yang akan berubah?

Jadikan petunjukMu seperti angin yang dapat mengubah awan
dan fikiranku adalah awan yang tidak dapat mengubah angin

biarkan aku menjadi kehendakMu, walau mereka hujat aku kafir




Bandung, 2011

Jumat, 27 Mei 2011

NYANYIAN TERAKHIR PEMANDU LAGU

: pemandu lagu itu di boking keadaan.

diroom karaoke,  remang kembali memberi kabar
tentang nasib dan perjudian yang bergeliat dalam samar
juga pertaruhan yang menawarkan banyak khayalan
namun kemenangan, seperti membaca takdir lewat guratan garis tangan;
ah, apa ada yang pasti didunia
seribu catatan, merangkum kisah sepanjang hayat manusia
kita akan slalu menjadi orang yang memiliki harapan dan kehilanganya

malam gemerlap pun menjadi malam yang sesungguhnya
bagimu, perempuan yang slalu menitipkan mimpi pada bingarnya;
nikmatilah, sebelum pesta harus berakhir!
ketika kita bisa menenggak bergelas – gelas vodka
ketika dunia kepadamu melambai untuk kekalkan kemabukan
dalam fana yang slalu meyakinkan akan adanya kebahagiaan
bagaimana kita bisa sepenuh percaya,
pada sesuatu yang slalu tersembunyi dibalik misteri;
panas neraka, damai surga dan segala kegaiban janji – janji
hanyalah baka,
hanyalah luka

lalu  kau nyanyikan sebuah lagu, memutlakan kemeriahan
katamu itu tembang tentang kehidupan
tapi aku dengar hanya langgam suara yang enggan,
irama kacau, nada yang tak pernah bisa menghapal notasi
dilirik awal, hingga nafas penghabisan

musik terus mengalun, mengeja bunyi – bunyi hati
sebuah simponi terbaca dengan seribu arti
namun hanya memekakan gendang telinga,
dan berakhir seperti gumaman
menghilang, tanpa meninggalkan sekenang kesan


*

malam telah larut, bersama juga dengan jiwamu
dalam gairah sundal, hasrat sesaat itu
dan pergumulan panjang yang merambati waktu;
seluruh yang kau kenakan pun ditanggalkan
telanjang. di tubuhmu, ada luka yang amat aku kenal
seperti memungut kembali lembar lembar usang
yang perna aku robek dibuku harian

yang kasat, hanya menatap tak pasti
bilur – bilur berwarna legam itu mungkin merih yang tersisa
sebelum mati, dan kau tak mau mengerti.


*

kau menjemput segala geletar dalam gegas demikian lekas
mengukir jejak dari keindahan ke keindahan yang bertaut batas

namun, laksana mentari yang merambah gugusan hari
untuk melukis cakrawala dengan warna yang sempurna
dari dua ufuk langit; dari kutub barat dan timur daya
dari pagi yang membentangkan fajar
menuju senja yang menawarkan lembayung dengan warna merah pijar
bayangan slalu mengikuti kemana cahayanya pergi
hitam yang pekat, begitu lekat
seperti penat dalam stagnat


*

dalam nasib dan perjudian, waktu hanyalah sembilu
tapi kau terus menancapkanya lebih dalam, ke dasar
dada yang berdegup untuk memuja hasrat meliar
seperti membangun pusat kota di batin,
menjual asal usul untuk masa depan.
Apakah sesungguhnya kamu tahu yang kamu inginkan?

saban hari pun melulu merekahkan luka yang parah.
nganga, tak ada yang dapat memastikan seberapa sakitnya perih
bahkan tangis itu tak memberi jawaban, hanya merupakan bukti,
bahwa dalam hidup, tidak ada yang lebih dinanti selain mati.

maka engkau hitung setiap detak jarum jam, yang terus memutar
nada – nada kehidupan dengan hasrat yang menggeletar
seperti alam yang menanti perguliran musim dalam kemarau panjang
dengan sebuah keyakinan, akan hadir iklim yang lindapkan gersang

namun mimpi, hanya berakhir sebagai mimpi
pohon – pohon rangganya telah mati sebelum datang semi

*

Benarkah, dalam gemerlapnya kehidupan hanya ada tawa?
kau tak menunggu jawaban, hanya lenguh panjang
dan memimpikan subuh lekas menjelang
untuk membujuknya pulang, lalu menghilang
dalam bayang, dalam lengang.

dan bernyanyi di kehampaan
hingga tak ada lagi lagu yang bisa disenandungkan




Bandung, mei 2011

Mohon tinggalkan komen, dan blak blakan saja!

Rabu, 23 Maret 2011

JURNAL BADUT ; SENDIRI


[ Catatan Maret  # 001 ] LABIRIN DEPRESI



Biarkan aku sendiri! Dunia tak akan memahami sepenuh aku. Sesungguhnya kepalaku semakin labirin dalam lingkaran yang berputar – putar di jalur pulang atau lekas pergi. Ini bukan bayang yang mengiringi langkah menuju cahaya, sebab perjalanan sudah bukan lagi sebagai sebuah petualangan. Waktu kewaktu dalam hitungan tahun, kehidupan hanya memeram kebimbangan hingga matang memerah. Berujung pada asa yang putus; Kemana arah yang harus ditempuh, sekelilingku tampak sama, tak ada perbedaan yang memisahkan antara jalan masuk dan keluar. Betapa sedikit yang aku temui tentang petunjuk? Aku tak bisa kembali atau berangkat, hingga yang bisa aku lakukan hanya menulis;



Diluar sana, hanya panggung yang mendedahkan ruang sirkus. Dunia hanya mengenalku sebagai badut yang tak pernah sedih. Tak tahu, diujung malam yang resah, topeng yang slalu tersenyum itu aku tanggalkan, lalu  kutatap sambil membasuhnya oleh basah air tangis.



[ Catatan Maret  # 002 ] INTROVERT



Tinggalkan aku sendiri, dalam tangis yang tak menentu! Air mataku gerimis dari cuaca lain yang tak mengenal musim, terus mengguyur malam hingga kelabukan seluruhnya, sementara langit akan dipenuhi gemintang bila sedang cerah. Kini, menggenangi palung di dadaku yang serupa kubur, tak surut meski tahun dalam jatah usiaku hampir habis. Menjadi kubangan dimana aku temukan jejak – jejak dan bayangan terakhir dilumpurnya, yang terpeleset dalam kelengahan dan jatuh tak terelakan. Aku tak mampu untuk bangkit lagi, dan hanya bisa merangkai kata - kata;



Ini akrobat yang bikin dunia berdecak kagum; Aku melompat dalam gerak yang sempurna, berputar dalam rotasi nasib hingga dapat melihat kenyataan dibalik jungkir kehidupan, dan  mendarat dengan kepalaku. Lalu kembali bangun dengan masih mengenakan topeng yang memiliki satu ekspres; tersenyum.




[ Catatan Maret  # 003 ] EFEK SINDROM



Aku ingin sendiri, hanya untuk berdiam diri! Sambil  tidur terlentang, dan menatap lampu yang bergelantungan diatap-atap kamar. Pernah aku sangka itu rembualan, dengan cahaya yang memancar ketepi mimpi, tempat dimana asa berujung. Buntu. Tiba – tiba, tubuhku tersungkur diranjang, kelantai yang sering ditumpahi kopi dan sepi. Disana, aku menemukan angan yang tergeletak, tabah menanti dan diam sampai ada tangan yang memungutnya, untuk kembali menjatuhkanya. Berkali – kali. Aku enggan terbangun, dan hanya ingin membuat satu kalimat;



Aku sudah terlatih melambungkan angan, menantinya kembali, dan menangkapnya dengan tangan yang sabar tengadah menyambut yang tak pernah berubah menjadi sesuatu yang lain. Apa lagi bermain lempar bola, atraksi itu mudah. Aku sering melakukanya diatas panggung sirkus itu untuk menghibur dunia, hingga riuh tepuk tanganya lindapkan jerit tangisku.




[ Catatan Maret  # 004 ] RUANG PROBLEMA




Biarkan aku sendiri, untuk menangisi diri! Dikamar yang seperti peti mati. Tubuhku yang mayat, semakin membusuk disini. Tapi, aku masih hidup ditengah – tengah kekosongan ini, masih bisa bernafas meski hembus dan hiruknya hanya isak. Bukan karena betah mengapa aku bertahan, melainkan  tak punya nyali;  keberanian untuk mengangkat beceng, dan membidikanya kedepan atau kekepalaku. Sungguh tak ada yang bisa aku lakukan selain mencurahkan isi hati dengan menulis;



Dunia yang bahagia, tak pernah menyadari aku yang berusaha bahagia dihadapanya. Bukankah setiap orang punya masalah, tapi mengapa mereka tak pernah mau tau seperti apa wajah yang aku sembunyikan dibalik topeng yang slalu ceria ini?





[ Catatan Maret  # 005 ] EKSPLISIT



Tinggalkan aku sendiri! Di dinding, menjelma pintu dan jendela dalam kelebat bayang hitam, siluet sebuah peta yang menunjukan dimana sumber dari partikel – partikel kesunyian berada. Aku tak ingin keluar dan tersesat, diruang gelap ini tak ada keakuan dan siasat. Sungguh aku bisa membayangkan wajah – wajah yang mereka sembunyikan dibalik kehidupan, meski dengan atau tanpa cahaya. Dan aku pun menulis;



Persetan dengan mereka! Senyum dan hidupnya adalah hianat.