[ Catatan Maret # 001 ] LABIRIN DEPRESI
Biarkan aku sendiri! Dunia tak akan memahami sepenuh aku. Sesungguhnya kepalaku semakin labirin dalam lingkaran yang berputar – putar di jalur pulang atau lekas pergi. Ini bukan bayang yang mengiringi langkah menuju cahaya, sebab perjalanan sudah bukan lagi sebagai sebuah petualangan. Waktu kewaktu dalam hitungan tahun, kehidupan hanya memeram kebimbangan hingga matang memerah. Berujung pada asa yang putus; Kemana arah yang harus ditempuh, sekelilingku tampak sama, tak ada perbedaan yang memisahkan antara jalan masuk dan keluar. Betapa sedikit yang aku temui tentang petunjuk? Aku tak bisa kembali atau berangkat, hingga yang bisa aku lakukan hanya menulis;
Diluar sana, hanya panggung yang mendedahkan ruang sirkus. Dunia hanya mengenalku sebagai badut yang tak pernah sedih. Tak tahu, diujung malam yang resah, topeng yang slalu tersenyum itu aku tanggalkan, lalu kutatap sambil membasuhnya oleh basah air tangis.
[ Catatan Maret # 002 ] INTROVERT
Tinggalkan aku sendiri, dalam tangis yang tak menentu! Air mataku gerimis dari cuaca lain yang tak mengenal musim, terus mengguyur malam hingga kelabukan seluruhnya, sementara langit akan dipenuhi gemintang bila sedang cerah. Kini, menggenangi palung di dadaku yang serupa kubur, tak surut meski tahun dalam jatah usiaku hampir habis. Menjadi kubangan dimana aku temukan jejak – jejak dan bayangan terakhir dilumpurnya, yang terpeleset dalam kelengahan dan jatuh tak terelakan. Aku tak mampu untuk bangkit lagi, dan hanya bisa merangkai kata - kata;
Ini akrobat yang bikin dunia berdecak kagum; Aku melompat dalam gerak yang sempurna, berputar dalam rotasi nasib hingga dapat melihat kenyataan dibalik jungkir kehidupan, dan mendarat dengan kepalaku. Lalu kembali bangun dengan masih mengenakan topeng yang memiliki satu ekspres; tersenyum.
[ Catatan Maret # 003 ] EFEK SINDROM
Aku ingin sendiri, hanya untuk berdiam diri! Sambil tidur terlentang, dan menatap lampu yang bergelantungan diatap-atap kamar. Pernah aku sangka itu rembualan, dengan cahaya yang memancar ketepi mimpi, tempat dimana asa berujung. Buntu. Tiba – tiba, tubuhku tersungkur diranjang, kelantai yang sering ditumpahi kopi dan sepi. Disana, aku menemukan angan yang tergeletak, tabah menanti dan diam sampai ada tangan yang memungutnya, untuk kembali menjatuhkanya. Berkali – kali. Aku enggan terbangun, dan hanya ingin membuat satu kalimat;
Aku sudah terlatih melambungkan angan, menantinya kembali, dan menangkapnya dengan tangan yang sabar tengadah menyambut yang tak pernah berubah menjadi sesuatu yang lain. Apa lagi bermain lempar bola, atraksi itu mudah. Aku sering melakukanya diatas panggung sirkus itu untuk menghibur dunia, hingga riuh tepuk tanganya lindapkan jerit tangisku.
[ Catatan Maret # 004 ] RUANG PROBLEMA
Biarkan aku sendiri, untuk menangisi diri! Dikamar yang seperti peti mati. Tubuhku yang mayat, semakin membusuk disini. Tapi, aku masih hidup ditengah – tengah kekosongan ini, masih bisa bernafas meski hembus dan hiruknya hanya isak. Bukan karena betah mengapa aku bertahan, melainkan tak punya nyali; keberanian untuk mengangkat beceng, dan membidikanya kedepan atau kekepalaku. Sungguh tak ada yang bisa aku lakukan selain mencurahkan isi hati dengan menulis;
Dunia yang bahagia, tak pernah menyadari aku yang berusaha bahagia dihadapanya. Bukankah setiap orang punya masalah, tapi mengapa mereka tak pernah mau tau seperti apa wajah yang aku sembunyikan dibalik topeng yang slalu ceria ini?
[ Catatan Maret # 005 ] EKSPLISIT
Tinggalkan aku sendiri! Di dinding, menjelma pintu dan jendela dalam kelebat bayang hitam, siluet sebuah peta yang menunjukan dimana sumber dari partikel – partikel kesunyian berada. Aku tak ingin keluar dan tersesat, diruang gelap ini tak ada keakuan dan siasat. Sungguh aku bisa membayangkan wajah – wajah yang mereka sembunyikan dibalik kehidupan, meski dengan atau tanpa cahaya. Dan aku pun menulis;
Persetan dengan mereka! Senyum dan hidupnya adalah hianat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar