Jumat, 04 Maret 2011

oh mama oh papa


frekuensi radio yang memperkenalkan aku pada keterasingan.Ketika memancarkan lagu - lagu syahdu ke ruang keluarga. Tempat dimana aku harap kursi - kursinya diduduki cinta yang mampu membebaskan hari esok dari hari kemarin. Hingga tak ada lagi musik yang harus aku dengar.

Rokok dan kopi memaksa aku terdiam terikat gravitasi. Dibalik jungkir stagnat, aku duduk di bawah terang redup neon yang bersekongkol dengan lesung pipi ibu untuk bikin hatiku menjadi belati. Dalam kegelapan, mereka membangun percakapan tentang keinginan, bukan air mata yang lindapkan angan - angan malam. Bukan pula duka yang membuat doa tak lagi menjadi kemah pengembaraan. Kadang berbenturan,seperti kilatan - kilatan cahaya dalam ruang remang diskotek. namun indah untuk di lihat. Dinikmati

Ayah, kapan waktuku menjadi anak - anak. Masa SD,  aku pergi sekolah dengan tas berisi alat penanak nasi yang sempat aku fikir perlengkapan praktek pelajaran agama. Engkau membohongiku, katanya didalamnya ada Tuhan. Makanya aku jual untuk membeli lem aibon. Dan aku pun mampu merekatkan jiwa pada trotoar jalan hingga tak bisa beranjak disana untuk pergi ke sebrang zahanam. Kini aku kaku dan tak berdenyar, karenamu. Ya,karenamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar