Jumat, 04 Maret 2011

Secangkir kopi dari kekasih

Sesudah engkau pergi, aku slalu mengingatmu saat menikmati kopi. Setiap kenangan kita tak mudah larut bersama caffeine yang kuseduh dalam cangki. Padahal, aku ingin segera minum dan membuang ampasnya kerealita. Lalu melupakan dan dilupakan, secepat peluru terantuk dan meletus setelah menekan picu bedil.

Kapan kau bisa lagi menuangkan kopi untuk menemaniku menulis sebuah puisi yang menyingkap arti kehadiranmu? Secangkir saja, sebelum aku raih pena dan secarik kertas demi mendapatkan kembali sepotong kenangan yang telah direbut waktu dan harkat rasa yang hilang dalam ruang.

Tanpamu, setiap tegukannya hanya ada rasa pahit dari sebuah pilihan untuk menjadi seseorang yang kalah dengan ketidak-berartian. Kembalilah! Jangan biarkan aku sendiri, melewati perjalanan malam yang disesaki kelam. Dalam penantian tanpa tepi, memadamkan hari – hari.


Bandung, 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar